Hubungan Kausal Intervensi (I) dan Outcome (O)

“All scientific work is incomplete – whether it be observational or experimental. …That does not confer upon us a freedom to ignore the knowledge we already have,or to postpone the action that it appears to demand at a given time.” – Sir Austin Bradford Hill (8 July 1897-18 April 1991), English epidemiologist and statistician

Penelitian empirik (PE) yang menggunakan rancangan experimental dapat memenuhi beberapa pertimbangan kausasi yang dikemukakan Bradford Hill. Untuk memenuhi semua pertimbangan Hill PE perlu dilengkapi penelitian pustaka sistematis PE2 terkait (systematic review, SR). Makin banyak pertimbangan kausasi dipenuhi PE dan SR tentang hubungan ko-relasi (ko-variasi) antara I dan O makin kuat dugaan bahwa hubungan tersebut merupakan hubungan sebab-akibat dan makin kuat alasan untuk mengusulkan tindakan sesuai I manipulasi* (I yang dilakukan peneliti) atau I observasi* (I dari lingkungan/pihak lain) di populasi sasaran. Pada tahun 1965 Bradford Hill mengusulkan sembilan pertimbangan hubungan kausal I dan O, yang dapat dioperasionalkan sbb: (1) Effect Size (ES) – besaran korelasi antara I dan O; (2) Konsistensi ES hasil PE2 sebelumnya dengan I dan O yang sama tetapi dengan Populasi (P) dan cara Control (C, cara mengendalikan variabel2 moderator) yang beragam; (3) Spesifisitas – konsistensi ES hasil PE2 sebelumnya dengan P, I dan O yang seragam dan C yang beragam; (4) Temporalitas – I mendahului O; (5) Kecenderungan biologis – distribusi ES menunjukkan kurva dose-respons jika I berskala kadar (bukan jenis); (6) Plausibiltas – dapat dijelaskan dengan suatu teori yang berperan sebagai mediator antara I dan O; (7) Koherensi – cocok dengan ES2 perjalanan alami dan biologi penyakit yang bersangkutan; (8) Experiment – ES penelitian experimental sejati bermakna secara substantif dan statistik; dan, (9) Analogi – persamaan dengan ES PE2 dengan I yang berbeda atau O yang berbeda.   

Sebagai contoh, peneliti yang mempertanyakan apakah menjaga jarak, menggunakan pelindung hidung-mulut dan menggunakan pelindung mata mengurangi penularan Covid-19 di masyarakat akan mengupayakan PE dan SR berikut untuk memenuhi masing2 pertimbangan kausasi:

  1. ES bermakna – PE dengan kerangka konsep dan rancangan-metoda yang menghasilkan ES dengan validitas internal tinggi dan yang bermakna secara substantif (ES ≥ ESMin). Validitas internal yang tinggi dapat dicapai dengan menghindari bias, error dan confounding saat mengumpulkan, mengolah dan menafsir data. Jika ES hasil PE ≥ ESMin makin kuat dugaan hubungan kausalitas I-O. Jika ES hasil PE tidak bermakna secara substantif, sedangkan validitas internalnya tinggi, ada alasan untuk merekomendasikan penyempurnaan kerangka konsep dan rancangan-metoda PE. Misalnya, terkait dengan penelitian efikasi pencegahan primer Covid-19, besar ES ditentukan oleh konstruk2 yang menyusun kerangka konsep dan validitas isi dari konstruk2 a priori tsb: “Menjaga Jarak”,  “Mengunakan Pelindung Hidung-Mulut” dan “Menggunakan Pelindung Mata” untuk I; “Transmisi Virus di dalam dan di luar faskes”, “Rawat Inap”, “Masuk ICU”, “Kematian”, “Lama Pemulihan” dan “Akibat Merugikan Intervensi” untuk O; dan “Teori Perubahan Perilaku HBM” dan “Kemampuan Menghambat Droplet” untuk Mediator; dan, “Usia”, “Jenis Kelamin”, “Tingkat Kebugaran”, “Status Gizi”, “Penyakit Penyerta”, “Equity”, “Tingkat Pendapatan”, “Tingkat Pendidikan” dan “Jenis Pekerjaan” untuk Moderator. Karena dalam contoh ini I tidak dimanipulasi, peneliti dapat menggunakan rancangan quasi-experimental** untuk memperoleh ES yang cukup tinggi validitas internalnya.
  2. ES konsisten – SR dengan kriteria inklusi I dan O seragam dengan yang digunakan PE di tahap mengumpulkan pustaka PE2 sebelumnya dan dengan Critical Appraisal ketat di tahap penyaringan PE2 tsb. Jika ES yang dihasilkan PE2 dengan beragam rancangan konsisten, terutama konsisten tinggi, makin kuat dugaan kausalitas. Untuk contoh di atas peneliti dapat melanjutkan SR Chu dkk (2020) dan melengkapinya dengan PE2 dari Indonesia. Peneliti juga dapat menggabungkan ES yang dihasilkan PE-nya dengan ES dari PE2 yang lolos saringan melalui metaanalysis.
  3. ES spesifik – idem No 2 ditambah dengan P yang seragam (i.e., unit analisis stratum si-kon tertentu). Sebagai contoh, PE2 dengan I masker bedah vs masker N95 dan P tenaga kesehatan yang langsung menangani pasien Covid-19. Jika ES yang dihasilkan konsisten tinggi hanya pada populasi stratum tenaga kesehatan makin kuat dugaan hubungan kausal antara penggunaan jenis masker dan proteksi.
  4. Temporalitas – PE yang menggunakan rancangan experimental sejati (untuk I manipulasi) atau time-series dengan kelompok kontrol (untuk I observasi). Sebagai contoh, PE2 RCT pada P yang belum mempraktekkan pencegahan primer Covid-19, atau dengan rancangan experimental semu yang saat2 I dan O dilakukan jelas terekam.
  5. Kecenderungan biologis – PE (atau SR) rancangan experimental dengan I berskala dosis. Sebagai contoh, I pencegahan primer Covid-19 berskala “tidak pernah”, “kadang2”, “sering” dan “selalu” (atau berskala score) menunjukkan kurva dosis I-respons O.
  6. Plausibilitas – PE yang menghitung ES antara I dan Mediator dan ES antara Mediator dan O. Sebagai contoh, HBM (atau teori perubahan perilaku perorangan lain) dan kemampuan menghambat droplet dapat digunakan peneliti pada contoh di atas untuk menjelaskan hubungan antara I dan O. Jika ES2 tsb tinggi makin kuat dugaan kausalitas.
  7. Koherensi – SR PE2 di semua tahap pencegahan Covid-19 dan SR PE2 hubungan I dan O kadar imunitas.
  8. Experiment – PE dengan rancangan experimental sejati untuk I manipulasi dan rancangan experimental semu untuk I observasi. Makin tinggi ES makin kuat dugaan kausasi.
  9. Analogi – SR PE2 pencegahan primer untuk penyakit2 yang sejenis, misalnya untuk SARS dan MERS.

SR memperlihatkan apa yang sudah dikerjakan PE2 sebelumnya dalam rangka membuktikan hubungan kausal I-O dan masalah2 PE yang masih menghambat pemenuhan pertimbangan2 kausasi. Tujuan dari PE yang akan dikerjakan adalah membarui dan menyempurnakan SR yang sudah ada (atau memulai SR jika belum ada SR) dan mengatasi masalah2 penelitian yang diidentifikasi SR terkini.   

Keterangan:

*) Ada 4 pilihan perlakuan terhadap suatu variabel – diamati (nilai dibiarkan bervariasi), dikendalikan (nilai disamakan melalui kriteria inklusi, randomisasi, matching dan stratifikasi), dimanipulasi (variasi nilai ditentukan peneliti) atau diabaikan.

**) Pada PE rancangan experimental sejati (true experimental design) peneliti menentukan siapa yang mendapat I apa (skala diskrit) atau I dosis berapa (skala kontinu); pada PE rancangan experimental semu (quasi experimental design) peneliti menentukan siapa dan kapan O diukur.

Pustaka terkait:

Chu, D. K., Akl, E. A., Duda, S., Solo, K., Yaacoub, S., Schünemann, H. J., … & Hajizadeh, A. (2020). Physical distancing, face masks, and eye protection to prevent person-to-person transmission of SARS-CoV-2 and COVID-19: a systematic review and meta-analysis. The Lancet.

Clark, C., Davila, A., Regis, M., & Kraus, S. (2020). Predictors of COVID-19 voluntary compliance behaviors: An international investigation. Global Transitions2, 76-82.

Fedak, K. M., Bernal, A., Capshaw, Z. A., & Gross, S. (2015). Applying the Bradford Hill criteria in the 21st century: how data integration has changed causal inference in molecular epidemiology. Emerging themes in epidemiology12(1), 14.

Hill, A. B. (2015). The environment and disease: association or causation? Journal of the Royal Society of Medicine, 108(1), 32-37.

Legator, M. S., & Morris, D. L. (2003). What did Sir Bradford Hill really say? Archives of Environmental & Occupational Health58(11), 718.

Phillips, C. V., & Goodman, K. J. (2004). The missed lessons of sir Austin Bradford Hill. Epidemiologic Perspectives & Innovations1(1), 3.

Shahnazi, H., Ahmadi-Livani, M., Pahlavanzadeh, B., Rajabi, A., Hamrah, M. S., & Charkazi, A. (2020). Assessing Preventive Health Behaviors from COVID-19 Based on the Health Belief Model (HBM) among People in Golestan Province: A Cross-Sectional Study in Northern Iran.

Weed, D. L. (2018). Analogy in causal inference: rethinking Austin Bradford Hill’s neglected consideration. Annals of epidemiology28(5), 343-346.

Tanggapan dari Prof Nawi Ng:

Saya tertarik sekali membaca tulisan tentang Hubungan Kausal Intervensi (I) dan Outcome (O) yang ditulis Pak Rossi pada tanggal 24 Sep 2020. Saya setuju dengan isi tulisan Pak Rossi, sangat bermanfaat untuk mengingatkan kembali bahwa korelasi tidak selalu berarti kausasi, karena kriteria-kriteria yang harus dipenuhi untuk memenuhi persyaratan hubungan kausalitas.

Pada bagian keterangan, ada kalimat : ” Pada PE rancangan experimental sejati (true experimental design) peneliti menentukan siapa yang mendapat I apa (skala diskrit) atau I dosis berapa (skala kontinu)”. Apakah mungkin bisa disalahtafsirkan bila disebutkan ”peneliti menentukan”? Pada rancangan eksperimental sejati, randomisasi alokasi intervensi (kelompok intervensi atau kelompok kontrol) dilakukan secara acak, sehingga menurut hemat saya, bukan peneliti yang menentukan.

Demikian juga kalimat ” pada PE rancangan experimental semu (quasi experimental design) peneliti menentukan siapa dan kapan O diukur.”. Sepengetahuan saya sering sekali penelitian eksperimental semu digunakan untuk mengukur efektifitas kebijakan, seperti kebijakan lock-down untuk pengendalian Covid. Implementasi kebijakan ini sering di luar kendali peneliti, dan biasanya berdampak pada population sasaran yang luas tanpa dapat terkendali (controlled) seperti pada rancangan eksperimental sejati. Untuk menguji efektifitas penelitian eksperimental semu, sering digunakan metoda analisis interrupted time-series (Bernal et al., 2017). Menurut hemat saya, frase ”peneliti menentukan” bisa disalahtafsirkan juga.

Referensi:

Bernal JL, Cummins S, Gasparrini A. Interrupted time series regression for the evaluation of public health interventions: a tutorial. Int J Epidemiol. 2017 Feb 1;46(1):348-355. doi: 10.1093/ije/dyw098.

Tanggapan balik:

Terima kasih Prof Nawi Ng. Bagaimana kalau frase “peneliti menentukan” diganti sbb: “Pada penelitian experimental sejati peneliti dapat melakukan penempatan unit2 analisis secara acak ke kelompok2 experimen. Sedangkan pada penelitian experimental semu peneliti dapat menentukan kapan O diukur secara prospektif pada kelompok experimen yg mana, atau memanfaatkan data sekunder yang sudah ada.”?

Leave a comment