Apakah Action Research (AR) suatu rancangan penelitian atau suatu intervensi yang diteliti? Dan, apakah AR, baik sebagai rencangan penelitian ataupun sebagai intervensi yang diteliti, layak untuk penelitian disertasi S3? Rancangan penelitian adalah logika yang dipakai peneliti untuk menghasilkan kesimpulan yang valid tentang hipotesis penelitian. Kesimpulan bahwa hasil penelitian mendukung, atau tidak mendukung, hipotesis tentang korelasi kuat X-Y logis jika pengumpulan, pengolahan dan penafsiran data valid. Jika AR dianggap sebagai suatu rancangan penelitian, apakah pengumpulan, pengolahan dan penafsiran data AR valid? Valid bagi anggota kelompok masyarakat/ organisasi yang terlibat dalam memecahkan masalah-masalah praktis. Misalnya, bagi anggota Karang Taruna yang dilibatkan dalam memecahkan masalah penyalahgunaan tembakau oleh remaja patokan validitasnya adalah kegunaan bagi anggota Karang Taruna setempat untuk mengidentifikasi akar penyebab remaja mulai merokok dan ketagihan merokok dan mengujicoba intervensi-intervensi yang praktis. Pencegahan, pengurangan dan penghentian merokok mungkin dapat dicapai melalui beberapa putaran AR, dan pada setiap putaran ada X (= intervensi) dan Y (= outcome) dari anggota kelompok masyarakat/organisasi setempat yang dapat diamati dan direkam peneliti prodi S3 sebagai rangkaian studi kasus. Jadi, ada berbagai rancangan penelitian yang digunakan anggota kelompok masyarakat/organisasi (dengan unit analisis perorangan atau kelompok masyarakat/organisasi) dan ada rancangan penelitian experimen semu urut-waktu dengan kelompok kontrol (with control group time series quasi experimental design) yang digunakan peneliti prodi S3 (dengan unit analisis kelompok masyarakat/organisasi).
Jika AR dianggap sebagai suatu intervensi, peneliti menguji hipotesis korelasi kuat antara tingkat implementasi AR dan kemampuan memecahkan masalah; atau, kelompok masyarakat/organisasi yang menggunakan AR akan menunjukkan kemampuan memecahkan masalah yang lebih tinggi dibandingkan kelompok masyarakat/organisasi yang menggunakan pendekatan Promkes yang digunakan sekarang. Sebagai contoh, setelah suatu jangka waktu tertentu peneliti membandingkan kelompok Karang Taruna AR dan kelompok Karang Taruna Promkes dalam hal rata-rata proporsi remaja yang tidak merokok, mengurungkan merokok, mengurangi merokok dan berhenti merokok. Dalam hal ini peneliti prodi S3 dapat menggunakan rancangan penelitian RCT. Apakah AR sebagai rancangan penelitian atau sebagai intervensi layak untuk penelitian disertasi S3? Rancangan-rancangan penelitian AR yang digunakan anggota kelompok masyarakat/organisasi mungkin lebih menekankan kepraktisan daripada validitas. Dari sudut pandang peneliti, jika diasumsikan tingkat validitas rancangan pengumpulan data dan rancangan pengolahan data sama, perbedaan mutu kedua pendekatan tersebut sekarang tergantung pada perbedaan validitas penafsiran datanya (validitas dalam dan validitas luar). Rancangan experimen semu tidak mampu mengendalikan variabel-variabel moderator non-spesifik yang berkaitan dengan variasi unit analisis karena tidak ada penempatan secara acak. Validitas dalam dapat dinaikkan dengan memberlakukan penyamaan beberapa variabel moderator pada saat pemilihan kelompok intervensi dan kelompok kontrol, namun dengan mengorbankan validitas luar (generalisasi temuan penelitian ke populasi sasaran).
Selain kekokohan rancangan penelitian empirik (= penelitian yang dilakukan sendiri), untuk memenuhi syarat kelayakan penelitian disertasi S3 perlu dipertimbangkan mutu penelitian pustaka (= telaah laporan-laporan penelitian empirik dari peneliti-peneliti sebelumnya) yang dibahas di Bab II disertasi. Yang dipilih untuk disintesis adalah penelitian-penelitian yang menggunakan rancangan yang sekokoh mungkin. Syarat lain yang sebaiknya juga dipertimbangkan ialah mutu dari pengujian teori(-teori) perubahan perilaku yang dapat menjelaskan hubungan antara tingkat partisipasi dalam proses pemecahan masalah dan tingkat keberhasilan pemecahan masalah.
Pustaka
Armitage, C. J., & Conner, M. (2001). Efficacy of the theory of planned behaviour: A meta‐analytic review. British journal of social psychology, 40(4), 471-499.
Waterman, H., Tillen, D., Dickson, R., & De Koning, K. (2001). Action research: a systematic review and guidance for assessment. Health technology assessment (Winchester, England), 5(23), iii.
Tanggapan
- Dr Budiono Santoso (15 Des 2018):
- Prof Mohammad Juffrie (15 Des 2018):
- Prof Adi Heru Sutomo (15 Des 2018):
Saya setuju sekali karena AR memudahkan peneliti untuk segera membuktikannya apa apa yg ada dalam pikirannya atau apa apa yg menjadi gagasannya.
- Dr Jaelan Sulat (15 Des 2018):
Action Research (AR) dapat digunakan sebagai rancangan penelitian atau intervensi yg diteliti. Kelayakannya sbg penelitian disertasi menurut saya tergantung pada: 1) dukungan systematical review atas penelitian-penelitian empiris yg dilakukan sebelumnya yg membuktikan validitas AR sbg rancangan penelitian atau efikasi AR sbg intervensi. Penelitian disertasi yg akan dilakukan ditujukan utk memperbaiki masalah penelitian yg masih dihadapi; 2) Dalam perumusan kerangka konsep, penelitian yg akan dilakukan tidak hanya menggunakan hasil penelitian sebelumnya (validitas empirik) tetapi juga menggunakan basis teori (validitas ahli) baik utk membangun intervensi maupun untuk menjelaskan hubungan antara intervensi dan outcome (variabel mediator); 3) Peneliti mestilah mampu menunjukkan bahwa penelitian dilaksanakan secara seksama dgn menihilkan/meminimalkan risiko bias yg mungkin terjadi (aspek fidelitas).
- Prof Bhisma Murti (15 Des 2018):
AR yang dilakukan dengan baik saya kira cukup berbobot untuk disertasi S3. Mendewakan superioritas RCT dengan paradigma metode penelitian empiris kuantitatif adalah pandangan positivisme. Realitas dunia tidak bisa semuanya dijelaskan dengan cara pandangan kuantitatif positivistik yang memburu objektivitas pengetahuan dengan menggunakan indera, dan menjaga jarak antara peneliti dan subjek penelitian. Pandangan positivisme menurut saya tidak sempurna dan itu juga sudah lama dikemukakan oleh filsuf Sir Karl Popper, yang mengkritisi logika positivisme yang mengandalkan verifikasi (verification) untuk mencari kebenaran (truth), dan sebagai gantinya mengemukakan metode falsifikasi (falsification).Masih terdapat ruang kosong yang tertinggal dan tak terjelaskan (unexplained) oleh pandangan positivism, ketika dicoba digunakan sebagai satu-satunya cara untuk menjelaskan fenomena dalam dunia nyata. Positivisme menjelaskan dunia dengan tidak sempurna (imperfectly). Karena itu, menurut saya lebih baik mengadopsi cara pandang post-positivisme dan sosial-konstruktivisme untuk menjelaskan realitas dunia dengan lebih baik, dengan memberikan peran kepada paradigma penelitian kualitatif.Dibandingkan dengan positivis yang menekankan independensi antara peneliti dan subjek/ objek yang diteliti (contoh, “double-blinding” dalam RCT), postpositivis menerima pengaruh dari teori-teori, latar belakang, nilai-nilai dari pihak peneliti, terhadap apa yang diperoleh melalui indera (pengamatan empiris). Bahkan pandangan sosial-konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan manusia dibentuk (dikonstruksi) secara sosial, melalui interaksi dengan orang lain (termasuk interaksi dengan subjek yang diteliti).Kesimpulan, AR yang menggunakan metode campuran kuantitatif dan kualitatif, merefleksikan pandangan post-positivisme dan sosial-konstruktivisme. AR menurut saya tidak lebih inferior daripada RCT, untuk menjelaskan berbagai aspek tertentu tentang suatu fenomena di dalam masyarakat. Baik AR maupun RCT penting dan perlu dilakukan. Informasi yang diberikan kedua pendekatan akan saling melengkapi memberikan pengetahuan yang lebih baik, daripada dilakukan sendiri-sendiri secara absolut. Jangan lupa dapatkan buku saya terbaru “Aplikasi Path Analysis dan Structural Equation Model dengan Stata” di Ika Yuli email: ayuningrum0811@gmail.com.
Buku ini apa sebaiknya dibeli oleh Prodi S3 …harganya sekitar 600 ribu rupiah…
Herr, K., & Anderson, G. L. (2014). The action research dissertation: A guide for students and faculty. Sage publications.