Efek Plasebo

Ada yang mencela ablasio kateter jantung untuk mengatasi fibrilasi atrial sebagai suatu plasebo yang rumit.(1) Maksudnya, manajemen kasus fibrilasi atrial (MK FA) dengan ablasio kateter efektif menyembuhkan FA karena pasien berharap akan sembuh.(2)  MK FA terdiri dari bagian prosedural (menggunakan sumberdaya untuk melaksanakan ablasio) dan bagian substansial (stimulus fisika atau kimia untuk mengablasi jaringan abnormal jantung yang mengganggu sistem listrik pengatur irama detak jantung). Untuk mengetahui apakah bagian prosedural mempunyai efek plasebo terhadap irama detak jantung dapat dilakukan RCT dengan kelompok kontrol yang diberi prosedur MK FA tanpa stimulus fisika/kimia. Jika ada pasien yang sembuh di kelompok kontrol hal ini mungkin karena efek plasebo; dan, jika jumlah pasien yang sembuh di kedua kelompok tidak jauh berbeda hal ini mungkin terjadi karena bagian substansialnya tidak efikasius (potent, berdaya, manjur). Melakukan eksperimen dengan kelompok pembanding yang tidak diberi intervensi inti mungkin dinilai tidak etis, namun lebih tidak etis jika ribuan penderita FA diberi suatu intervensi substansial yang belum terbukti efikasinya.Telaah-telaah pustaka sistematik yang ada tentang efikasi ablasio kateter hanya menemukan makalah-makalah penelitian empirik dengan rancangan kasus-kontrol, kohort, atau pra/kuasi eksperimental. Rancangan-rancangan penafsiran data ini hanya mampu mengendalikan moderator-moderator spesifik (melalui kriteria inklusi, penyetaraan atau stratifikasi) atau yang penafsiran hubungan Intervensi-outcomenya dirancu oleh variabel-variabel moderator tidak spesifik (termasuk efek plasebo).(3)

Efek plasebo dapat dimanfaatkan secara positif atau negatif. Untuk meningkatkan efektivitas Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), secara positif plasebo ditambahkan pada pengobatan/ tindakan inti yang terbukti efikasius dan yang ditangani oleh tenaga kesehatan yang cakap dengan memberi perhatian khusus kepada hubungan pasien-tenaga kesehatan (e.g., bersikap simpatik dan empatik, memberikan keterangan yang jelas kepada pasien tentang penyakit dan pengobatannya, membesarkan hati) dan kepada lingkungan tempat pelaksanaan upaya kesehatan (e.g., kebersihan, kenyamanan, estetika).(4) Plasebo dimanfaatkan secara negatif jika dikaitkan dengan pengobatan/tindakan yang tidak terbukti efikasius, walapun ditangani oleh tenaga kesehatan yang kompeten.(5)

Efek plasebo juga perlu diperhatikan di bidang Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Misalnya, walaupun program vaksinasi HPV dikelola dengan efektif sebagian wanita yang telah divaksinasi tetap menderita ca serviks di wilayah kerja Puskesmas-Puskesmas yang bersangkutan. Manajer program di DinKes Kabupaten/Kota dapat memastikan sebelumnya efikasi vaksin dari segi hasil telaah pustaka sistematik RCT yang terkini dan bermutu tentang effect size gabungan dan moderator-moderator spesifik yang dapat mempengaruhinya (6), dari segi kecocokkan dengan strain virus setempat, dan dari segi kualitas vaksin pada saat diterima, disimpan dan dipakai. Manajer program kemudian sebaiknya memeriksa penggunaan sumberdaya (terutama SDM) untuk meningkatkan cakupan, menurunkan ketimpangan  dan menaikkan kepuasan masyarakat.

Efektivitas program-program UKP dan UKM, selain tergantung dari mutu Evidence Based Practice (efikasi pengobatan/tindakan, kecakapan petugas kesehatan dan harapan pasien/masyarakat), juga dipengaruhi oleh manajemen organisasi (budaya belajar, kepemimpinan dan kendali mutu berkesinambungan) dan kemampuan fasilitator (konsultan/mahasiswa S3 yang membantu organisasi menerapkan UKP/UKM berdasarkan bukti).(7)

Rujukan & Keterangan:

  1. Contoh: Mandrola, J. Is AF Ablation a big placebo? Diunduh 13 Nov 2018 dari https://www.drjohnm.org/2016/06/is-af-ablation-a-big-placebo/. (Menurut Mandrola, makin rumit prosedurnya makin besar efek plasebonya)
  2. Kata “placebo” berasal dari kata “placeō” (L) yang berarti “saya membuat senang” dan kata “nocebo” berasal dari kata “noceō” (L) yang berarti “saya melukai”. Di bidang kedokteran dan kesehatan kedua kata tersebut digunakan untuk menunjukkan pengaruh menguntungkan atau merugikan dari suatu obat atau tindakan yang sebenarnya tidak mempunyai pengaruh biologis secara langsung. (https://en.wikipedia.org/wiki/Nocebo).
  3. Contoh: Chen, H. S., Wen, J. M., Wu, S. N., & Liu, J. P. (2012). Catheter ablation for paroxysmal and persistent atrial fibrillation.The Cochrane Database of Systematic Reviews, (4), CD007101. doi:10.1002/14651858.CD007101.pub2. Telaah sistematik ini menyimpulkan bahwa bukti masih lemah tentang keunggulan ablasio kateter  dibandingkan obat. Makalah-makalah penelitian empirik tidak membandingkan prosedur ablasio kateter dengan/tanpa stimulus fisika/kimia.
  4. Olshansky, B. (2007). Placebo and nocebo in cardiovascular health: implications for healthcare, research, and the doctor-patient relationship. Journal of the American College of Cardiology49(4), 415-421.
  5. Contoh, “terapi cuci otak”. Terapi ini memang Evidence Based – berdasarkan hasil penelitian, diminati oleh masyarakat dan dikerjakan oleh tenaga-tenaga ahli yang terampil. Namun, penelitian empirik yang mendasarinya menggunakan rancangan penelitian “Pre- dan post-test tanpa kelompok kontrol” yang tidak dapat mengendalikan efek plasebo dan moderator-moderator tidak spesifik lain. Lihat: (a) Putranto, T. A., Yusuf, I., Murtala, B., & Wijaya, A. (2016). Intra Arterial Heparin Flushing Increases Cereberal Blood Flow in Chronic Ischemic Stroke Patients. The Indonesian Biomedical Journal8(2), 119-126; dan, (b) Putranto, T. A., Yusuf, I., Murtala, B., & Wijaya, A. (2016). Intra arterial heparin flushing increases Manual Muscle Test–Medical Research Councils (MMT-MRC) score in chronic ischemic stroke patient. Bali Medical Journal5(2), 25-29.
  6. Arbyn, M., Xu, L., Simoens, C., & Martin‐Hirsch, P. P. (2018). Prophylactic vaccination against human papillomaviruses to prevent cervical cancer and its precursors. Cochrane Database of Systematic Reviews, (5).
  7. Kitson, A., Harvey, G., & McCormack, B. (1998). Enabling the implementation of evidence based practice: a conceptual framework. BMJ Quality & Safety7(3), 149-158.

Tanggapan dari Dr Jaelan Sulat:

Placebo lazim digunakan dalam penelitian klinis untuk mengendalikan efek psikosomatis suatu terapi yang diberikan. Bahwa ekspektasi seseorang terhadap terapi dapat menyebabkan munculnya efek placebo. Bukti menunjukkan bahwa senyawa-senyawa dalam tubuh membuat efek yang menyerupai harapan orang tersebut terhadap terapi. Sejauh ini pertanyaan etikal mengenai penggunaan placebo sebagai kontrol dalam penelitian klinis masih kontroversial dan belum mendapatkan kesimpulan yang baik.
Pengritik mengatakan bahwa jika ‘a proven effective therapy exists’ (meski definisi istilah ini juga diperdebatkan), maka placebo tidak seharusnya diperlukan. Sebaliknya, para pendukung berpendapat kontrol placebo tetap krusial dilakukan untuk membuktikan efikasi dan keamanan suatu terapi (1). Penjelasan terhadap paragrap 29 Deklarasi Helsinki menyatakan ‘Extreme care must be taken in making use of placebo-controlled trial’. Hemat penulis, penting bagi kita untuk mendapatkan bukti klinis terbaik melalui penggunaan kontrol placebo, dengan tetap menjunjung tinggi kaidah etik. Terdengar absurd, tetapi bisa diusahakan.

Rujukan

  1. Stang A, Hense HW, Jockel KH, Turner EH, Tramer MR (2005). Is it always unethical to use a placebo in a clinical trial? PLoS Med 2(3): e72. https://doi.org/10.1371/journal.pmed.0020072
  2. World Medical Association Declaration of Helsinki (2004). Ethical principles for medical research involving human subjects. https://www.wma.net/e/policy/b3.htm
  3. Lichtenberg P. The ethics of the placebo in clinical practice. J. Med. Ethics, 2004 Dec 1; 30(6): 551-4